Ibnu Hajar al Haitami
Di sebuah desa terpencil di Jazirah Arab, hiduplah seorang anak remaja yenag bernama al-Haitami. Suatu hari, dia disuruh bapaknya untuk meneruskan belajar dengan merantau mencari ilmu. Maka setelah sholat subuh, berangkatlah remaja itu.
Setelah sehari penuh berjalan melewati gurun pasir, masuk kampung keluar kampung, dan naik turun bukit, sampailah ia di sebuah pesantren yang diasuh oleh imam an-Nawawi. Dia mulai mengikuti pelajaran yang diajarkan gurunya sering sekali dia dimarahi oleh gurunya karena sangat bebalnya otaknya.
Beberapa bulan kemudian, mulai tinbul rasa bosan dalam benaknya, karena ia merasa tidak ada satu pun ilmu yang diajarkan padanya dapat ia pahami. Ditambah lagi seringnya ia dihukum oleh gurunya berdiri di depan kelas karena kebodohannya dan daya ingatnya yang jelek, membuat dia menjadi bahan ejekan teman-temannya. Rasa jengkel dan malu jadi makanan pokok sehari-harinya. Tapi dia tetap bertahan.
Namun, setelah beberapa tahun berlalu dan keadaan masih tetap sama tanpa ada peningkatan sedikitpun, maka dia memutuskan untuk pulang ke rumah untuk membantu orang tuanya bertani.
Pada suatu sore ia mendatangi rumah gurunya untuk berpamitan pulang. Dan ia diperbolehkan pulang dengan satu pesan dari gurunya. "Hati-hati di jalan, semoga selamat sampai rumah," pesan sang guru.
Maka pada pagi harinya, setelah ia sholat subuh dan setelah berpamitan pada gurunya dan sahabat-sahabatnya, al-Haitami berangkat pulang. Sambil berjalan ia selalu ingat akan nasihat gurunya : "Hikmah itu ada dimana-mana, muridku," dan mungkin itu adalah satu-satunya pelajaran gurunya yang berhsil menempel erat dalam ingatannnya.
Setelah beberapa jam berjalan di bawah sinar matahari yang teriknya membakar kulit, al-Haitami beristirahat di bawah sebuah pohon yang cukup besar dan sangat rindang di pinggir sebuah sungai yang sangat jernih. Beberapa saat setelah keringatnya kering, ia membersihkan badan di sungai itu, lalu membuka perbekalnnya yang merupakan pemberian sahabat-sahabatnya. Di saat makan, ia dikejutkan oleh suara benda jatuh ke sungai berulang kali. Setelah dia mencari sumber suara, matanya tertumbuk pada seekor katak yang sedang melompat-lompat ingin naik ke tepi sungai.
Setiap kali melompat, lompatannya selalu tidak berhasil. Ketika sudah sampai di atas kotak itu, katak tersebut jatuh dan melompat lagi, jatuh lagi, melompat lagi. Begitulah seterusnya, sampai akhirrnya katak tersebut berhasil melompat ke atas. "Hebat sekali usaha katak itu," gumam hati al-Haitami.
Setelah letihnya berkurang, ia melanjutkan perjalanannya. Beberapa jam kemudian, matahari sudah tepat berada di atas ubun-ubunnya. Sinarnya lama-kelamaan meredup karena tertutup mendung tanda akan hujan. "Wah, aku harus mencari tempat untuk berteduh daripada nanti kehujanan."
Dari kejauhan ia melihat gua dan ia bergegas berlari menuju gua tersebut. Ia masuk ketika hujan mulai turun di luar sana. Di dalam gua tersebut ada sungai kecil yang airnya sangat jernih. Setelah membersihkan diri, ia pun sholat. Pada saat ia berzikir, telinganya menangkap suara tetesan air yang mengenai batu dengan teratur. Suaranya sangat jelas menggema. Setelah ia teliti, ternyata tetesan air itu mengenai batu hitam legam di dekatnya duduk. Al-Haitami lama sekali memerhatikan kejadian tersebut. Ia perhatikan batu itu, ternyata batu itu adalah jenis batu yang terkenal sangat keras.
Berapa saat kemudian, ia sadar ternyata batu itu terkikis menjadi cekungan akibat tetesan-tetesan air yang jatuh dari atap gua.
"Batu saja yang sangat keras dapat terkikis dan berlubang hanya karena tetesan air yang sangat kecil namun terus-menerus yang mengenainya. Apalagi otak manusia yang sangat lunak. Aku yakin apabila aku belajar terus-menerus dengan keuletan dan kesungguhan pasti akan berhasil."
Kemudian ia juga teringat dengan katak tadi. Ia juga berpikir : "Katak saja yang tidak dikarunai akal bisa mencapai tujuan dengan usaha kerasnya. Apalagi manusia yang diberi kelebihan akal dan hati. Pasti dengan usaha kerasku yang tak kenal menyerah, aku dapat menguasai semua ilmu yang dijarakan oleh guruku."
Kemudian ia teringat nasihat gurunya. Ternyata ia telah mendapatkan hikmah bahkan dari makhluk rendah daripadanya. Kemudian ia bertekad ingin kembali ke pesantrennya. Ia memulai kembali perjalanannya ke pesantren ketika hujan telah reda.
Karena kerja kerasnya, akhirnya al-Haitami menjadi murid yang paling pandai dari seluruh murid an-Nawawi yang lainnya. Dan karena ia mendapatkan hikmah dari batu, maka ia diberi gelar "Ibnu Hajar" yang berarti putra batu.
Komentar
Posting Komentar